Scroll kebawah untuk baca artikel
Rubrik Cipok

Cerpen : Gubuk Kecil

×

Cerpen : Gubuk Kecil

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi gubuk kecil. Foto : Pixabay/firaangella1

Oleh: Yofa Hana Elmiska

Malam ini begitu dingin hingga menusuk menembus kulit ku yang sangat tipis ini, aku tak menghiraukan semua itu yang dipikiran ku hanya satu terus berjalan hingga di gubuk kecil ku. Walaupun aku sangat takut berjalan sendirian digelapnya malam dengan udara seperti ini aku terus berjalan dengan rasa takut yang ku kubur dalam-dalam.

“Aku takut banget ish,” gumamnya.

Langkah ku semakin cepat, mata coklat yang ku milikki pun ku biarkan melihat sekitar membuat hati ini gelisah tak karuan. Keringat yang bercucuran menandakan aku begitu takut dan ingin cepat-cepat pulang, tak sengaja mata ku melirik ke depan sana yang memperlihatkan gubuk rumah ku yang semakin dekat jaraknya. Lantas aku berlari begitu kencang hingga menabrak pintu gubuk ku karena diri ini begitu takut, ku buka dengan sangat kasar pintu itu seraya menutupnya kembali.

“Alhamdulillah akhirnya aku sampai juga,” lirihnya yang sudah terduduk lemas di lantai.

‘Nana benar-benar takut tadi untung gak liat apa-apa Nana jadi aman bisa tidur,’

Merasa sudah tenang Nana pun berdiri beranjak pergi dari depan pintu untuk mengambil air minum setelahnya dia bersih-bersih karena bajunya begitu kotor dan basah oleh keringat.

“Yey udah bersih tinggal melakukan rutinitas seperti biasanya,” heboh Nana.

Setelah drama hebohnya Nana beranjak duduk di sebuah meja yang begitu banyak tumpukan-tumpukan buku tebal dan tipis, tapi anehnya Nana mengambil sebuah buku usang yang terlihat sudah bertahun-tahun lamanya. Apa buku itu begitu berharga?? Bahkan isinya tidak rusak ataupun usang seperti cover bukunya, malah terlihat bagus dan elegan. Setiap lembar yang di buka pun banyak tulisan-tulisan yang begitu dalam contohnya seperti yang sedang Nana ucapkan dan dia tulis di buku usang itu.

“Sekecil apapun kalau itu berharga aku tak ingin meninggalkanya,” ucap Nana.

“Anak mu belum dewasa tapi sudah di suguhi makanan berat Nana mana sanggup makan sendirian,” gerutu Nana namun berbeda dengan suara hatinya.

Semakin larut semakin fokus Nana menulis isi hati dan pikirannya, bayangkan saja manusia aja jam segini sudah males menulis Nana malah sangat antusias walaupun matanya begitu merah saat menulisnya. Tak sanggup membendungnya akhirnya air matanya lolos terjun bebas bersamaan gerakan tangan Nana berhenti menulis, entahlah apa yang terjadi pada hidup Nana pada masa lalu apa begitu kelam ataupun sebaliknya kita tidak tau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.