Slawi – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Tegal mengimbau masyarakat menaati aturan pemilu 2024 sebagaimana tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 25 Tahun 2023 tentang Peraturan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu. Salah satunya mendokumentasikan surat suara yang telah dicoblos di bilik suara. Hal ini disampaikan Ketua Bawaslu Kabupaten Tegal Harpendi Dwi Pratiwi saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (13/02/2024).
Harpendi mengingatkan para pemilih yang akan menggunakan hak pilihnya besok tanggal 14 Februari 2024 harus memperhatikan etika di TPS. Menurutnya, mendokumentasikan surat suara yang telah dicoblos di bilik suara merupakan salah satu jenis tindak pidana pemilu.
“Pemilih dilarang membawa alat elektronik berupa alat perekam maupun telepon seluler saat mencoblos di bilik suara. Larangan itu bertujuan agar pemilih tidak dapat memfoto atau merekam proses penggunaan hak pilihnya pada pemilu 2024 ini,” tegasnya.
Menurutnya, salah satu asas pemilu adalah rahasia, di mana pemilih yang memberikan suaranya dipastikan bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan cara apa pun. Dari aspek kerahasiaan ini pula dikandung maksud hasil pilihan atau coblosan pemilih tidak boleh didokumentasikan dan diberitahukan kepada pihak lain. Pelanggaran atas asas ini merupakan tindak pidana yang setiap pelakunya dapat diberikan sanksi hukuman pidana oleh pihak berwajib.
Selain itu, ada beberapa jenis tindak pidana pemilu lainnya yang harus diperhatikan pemilih dan tidak boleh dilanggar, yaitu melakukan kekerasan, seperti intimidasi kepada pemilih lain untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih dan tidak memilih calon atau paslon tertentu, melakukan politik uang, hingga merusak surat suara.
Selain itu, pemilih juga tidak diperbolehkan memberikan suara lebih dari satu kali, mewakili pemilih lain untuk pencoblosan, mengganggu ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara yang sampai menggagalkan pemungutan suara.
Ia menjelaskan, bagi pemilih yang kedapatan melanggar ketentuan pemilu, maka akan dilaporkan ke polisi untuk kemudian diproses kejaksaan. Pelanggar akan diberikan masa percobaan selama tiga bulan. Jika dalam tiga bulan terjadi pelanggaran lain yang dilakukan, maka jaksa akan menjatuhkan sanksi pidana berupa kurungan ataupun denda.
“Jika ada yang kedapatan melanggar atauran pemilu, kami akan memberikan tindakan tegas sesuai regulasi yang ada,” lanjutnya.
Di masa tenang ini pihaknya terus melakukan pengawasan dan patroli di 18 wilayah kecamatan. Hal ini dilakuan untuk mencegah adanya pihak-pihak tertentu yang menggunakan masa tenang ini untuk berkampanye.
“Kami bekerja di lapangan untuk memastikan tidak ada politik uang. Upaya lain kami adalah melakukan pencegahan tindak pelanggaran pemilu seperti intimidasi dari peserta pemilu, dari masyarakat, atau dari aparat tertentu yang menyuruh atau mengintimidasi agar menggunakan hak pilihnya tapi tidak sesuai dengan pilihannya,” ungkap Harpendi.
Harpendi juga mengimbau kepada petugas, pengawas, atau saksi yang bertugas untuk menunjukkan sikap netral dan tidak boleh memakai simbol-simbol partai politik, serta mengenakan atribut partai atau dari pasangan calon capres dan cawapres tertentu. (JH/AD/hn)