SLAWI, korantegal.com – Optimalkan perolehan pendapatan asli daerah (PAD), Pemkab Tegal melalui Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Tegal pasang alat perekam transaksi atau tapping box di sejumlah hotel, restoran dan rumah makan pada bulan Oktober ini. Tujuannya, selain memastikan kepatuhan wajib pajak daerah juga mencegah terjadinya kebocoran penerimaan PAD.
Informasi tersebut disampaikan Kepala Bappenda Kabupaten Tegal Eko Jati Suntoro saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (19/10/2020) lalu. Eko mengatakan, pada tahap ini sudah ada 29 restoran atau rumah makan dan 11 hotel potensial yang dipasangi alat tapping box. Cara kerjanya adalah merekam setiap transaksi pembayaran yang dicatatkan lewat aplikasi pada perangkat komputer ataupun mesin cash register kasir.
“Saat kasir menginput jumlah tagihan pada mesin cash register-nya, maka secara otomatis tapping box akan mengkalkulasi dan menambahkan besaran pajak yang ditanggung objek pajak, dan itu akan muncul pada struk pembayaran. Pun demikian halnya pada wajib pajak yang pencatatan transaksinya menggunakan sistem aplikasi, maka alat tapping box ini akan diintegrasikan agar bisa mengakses database transaksi,” jelas Eko.
Setiap informasi transaksi yang dicatat oleh tapping box tersebut dikirimkan secara realtime melalui jaringan GSM ke server database di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tegal. Adapun informasi tersebut, lanjut Eko, mencakup identitas tapping box, nomor pokok wajib pajak, nomor struk, waktu transaksi dan nilai transaksi. Data tersebut bisa diakses Bappenda dalam bentuk interface dashboard, tabel pelaporan dan alarm.
“Jadi, jika ada wajib pajak yang menonaktifkan alat tapping box ini maka dengan cepat kita bisa mengetahuinya lewat notifikasi, sehingga petugas kami pun akan segera meluncur ke lokasi usahanya,” katanya.
Eko menambahkan, dari informasi omset transaksi yang tersimpan pada server database itulah pihaknya melalui aplikasi MyBappenda bisa memantau besaran pajak yang harus disetorkan wajib pajak ke Bappenda. “Kami gunakan informasi tersebut sebagai pembanding terhadap laporan omset yang dilaporkan wajib pajak karena memang selama ini, besaran pajak terhutangnya ditentukan sendiri oleh wajib pajak atau dikenal dengan istilah self assessment,” katanya.
Pemasangan alat tapping box ini sendiri, ungkap Eko, merupakan arahan dari Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK) untuk mendukung transparansi pembayaran pajak oleh wajib pajak. Adapun pemasangannya dilakukan oleh Bank Jateng. Ditanya soal biaya pemasangan, Eko mengatakan, tidak ada pembebanan biaya apa pun untuk instalasi alat dan sistemnya. Wajib pajak hanya diminta mengoperasikan alat tapping box dan itu pun sudah diberikan pelatihan sebelum menjalankan sistem tersebut.
Sebelum melakukan pemasangan alat tapping box, Bappenda terlebih dahulu melakukan survei dan identifikasi pada restoran dan hotel untuk melihat alat apa yang cocok untuk dipasang. Menurutnya, selain tapping box juga terdapat alat POS stand in yang fungsi dan prinsip kerjanya sama seperti tapping box.
Terkait belum seluruhnya dari objek pajak hotel dan pajak restoran memasang alat monitor pajak ini, Eko menjelaskan jika pihaknya masih terus melakukan upaya pembinaan kepada para pemilik usaha akan kewajibannya memungut dan menyetorkan pajak restoran. “Kami menargetkan, seluruh kafe, rumah makan, restoran dan hotel yang potensial terpasang alat tapping box maupun POS stand in sebagai upaya pemerintah daerah menggali potensi penerimaan PAD-nya,” katanya.
Sementara itu, Eko menerangkan, tidak sedikit masyarakat konsumen sebagai objek pajak yang mengira bahwa pajak yang dipungut dan tertera pada struk pembayaran saat membeli makanan ataupun minuman di kafe, restoran dan rumah makan adalah Pajak Pertambahan Nilai atau PPN, padahal yang benar itu adalah pajak restoran yang dulunya dikenal dengan istilah Pajak Bangunan Satu atau PB1.
Berbeda dengan PPN yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak, pajak restoran dipungut oleh pemerintah daerah melalui Bappenda atas pelayanan yang diberikan restoran kepada pelanggan atau service tax.
Lebih Lanjut, Eko menuturkan, dari target pendapatan pajak daerah tahun 2019 lalu yang sebesar Rp 114 miliar, pihaknya bisa merealisasikan Rp 124 miliar. Pajak ini dihimpun dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir dan lain-lain PAD yang sah. Sedangkan di tahun 2020 ini, targetnya meningkat menjadi Rp 125 miliar. (DY)