Scroll kebawah untuk baca artikel
Berita UtamaRubrik Cipok

Cerita Pendek : Bayar 500 Tak Toblos

×

Cerita Pendek : Bayar 500 Tak Toblos

Sebarkan artikel ini
Simulasi pencoblosan. Foto : Istimewa

Oleh : Pri Jakaria

Suara “tututtt..tuut..tuutt” mengganggu telinga Tarmin sejak semalam. Matanya pun sulit terpejam, bukan karena suara itu mengganggu. Tapi bunyi yang terdengar dari tiap detik kilometer listrik di rumahnya membuat Tarmin memikirkan banyak hal. Listrik sudah hampir habis, artinya Tarmin harus segera mengisi token listrik yang beberapa bulan terakhir harganya mulai naik.

Hampir tiga perempat malam Tarmin memikirkan itu. Istrinya lelap mendekap si buah hati. Tapi Tarmin masih terbelalak memandangi lampu kamar yang di kerubungi dualaron saling berkejaran. “enak ya jadi laron. Hidupnya Cuma dihabiskan dalam waktu satu hari. Satu hari untuk mencari makan, satu hari itu juga digunakan untuk berkembang biak, kawin lalu mati” Tarmin menggumam dalam hati. “enak saja kamu, aku yang pusing setengah mati memikirkan token listrik yang hampir habis, kamu enak main kejar-kejaran di lampu itu” Tarmin menggerutu. Iri dengan sikap laron yang tak perlu repot-repot bayar listrik tapi kerap kali mengerubungi cahaya lampu di setiap rumah.

Tarmin pekerja serabutan, ijazahnya hanya sampai SD. Dulu pernah sempat duduk di bangku kelas SMP. Sayangnya harus putus sekolah saat baru beberapa bulan masuk kelas, entah apa alasannya. Walau tak tamat sampai jenjang sekolah menengah, tapi kemampuannya memperbaiki banyak hal sangat lihai. Ia sering dipercaya memperbaiki beberapa perabot elektronik rumah tangga. Dari setrika, mesin cuci hingga televisi. Hampir semuanya bisa ia perbaiki. Namun satu hal yang belum sempat ia perbaiki yaitu nasibnya sendiri.

Sayangnya sudah dua pekan terakhir tak ada seorang pun yang menjumpainya untuk mengandalkan kemampuanya memperbaiki segala hal. “apakah Negara sedang baik baik saja? Sehingga tidak adakah satu pun yang bisa aku perbaiki” gumam tarmin, sambil duduk lesehan di pelataran rumah. Rokok kretek setengah habis terselip di sela jari tengah dan telunjuk. Satu tarikan dalam Tarmin menghisap rokoknya. Di susul jempolnya menggaruk alis walau tak gatal. Kelihatannya memang Tarmin sedang memikirkan sesuatu.

Suara kilometer Listrik yang hampir habis masih terdengar dari semalam. “kalo semua baik-baik saja, artinya aku tidak baik baik saja” tarmin masih bergumam lirih. Beberapa kali tarmin menghisap rokok yang terselip dikedua jarinya. Beberapa kali juga tarmin melirik sinis kilometer yang suaranya menghujam gendang telinga bagi tarmin. Tarmin beranjak dari duduk santainya. Dimatikannya rokok di atas asbak, ia bergegas pergi mencari alternatif penghasilan tambahan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.