Jakarta – Akurasi data dari wajib pajak dan transaksi yang dilakukan oleh objek pajak atas barang atau jasa layanan yang diberikan menjadi kunci utama penerimaan pendapatan pajak oleh pemerintah pusat dan daerah. Namun demikian, ketidaksinkronan data dan informasi dari wajib pajak yang sama menjadikan penerimaan pendapatan negara tidak optimal.
Hal tersebut mengemuka saat berlangsung penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) optimalisasi pemungutan pajak pusat dan pajak daerah antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) dan pemerintah daerah di Aula Cakti Budi Bhakti Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Selasa (22/08/2023). Hadir pada penandatanganan PKS ini, Bupati Tegal Umi Azizah bersama 112 kepala daerah lainnya atau yang diwakilkan.
Adapun kerja sama optimalisasi pemungutan pajak dengan pemerintah daerah ini sudah dilakukan secara bertahap sejak tahun 2019 dengan tujuh PKS, disusul tahun 2022 sebanyak 254 PKS, dan tahun 2023 ini ada 113 PKS. Sehingga total ada 367 pemerintah daerah yang sudah menjalin kerja sama dengan pihaknya dan DJPK.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo berharap melalui kerja sama ini, para pihak bisa saling menukarkan data dan informasi perpajakan, data perizinan, dan data atau informasi lainnya, mengoptimalkan penyampaian data informasi keuangan daerah, dan mengoptimalkan pengawasan bersama atas kepatuhan wajib pajak.
“Kami siap memberikan bantuan. Data kita sharing, peningkatan kapasitas kita jalankan. Bapak dan ibu pengin ngawasi, ayo kita melakukan pengawasan bareng-bareng, termasuk jika membutuhkan cara melakukan penilaian (pajak), kami siap membantu lewat KPP (Kantor Pelayanan Pajak) melalui petugas penilai,” kata Suryo.
Dia mengungkapkan, pengawasan bersama antara pemerintah pusat dan daerah telah dilakukan pada 8.277 wajib pajak, termasuk hotel dan restoran di dalamnya. Selain itu, pihaknya mencatat sudah ada 207 pemerintah daerah yang berkomitmen melakukan penggalian potensi penerimaan pajaknya bersama-sama.
Di sini, penggunaan identitas tunggal harus diterapkan bersama-sama, di mana nomor induk kependudukan (NIK) menjadi basis informasi atau data yang akan digunakan. Hal tersebut sejalan dengan upaya reformasi perpajakan, di mana salah satu agendanya adalah integrasi NIK sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP). Melalui agenda tersebut, interoperabilitas data perpajakan pemerintah pusat dan daerah akan mudah diwujudkan.
Suryo menambahkan, DJP ditargetkan mampu meraih pendapatan Rp1.718 triliun tahun 2023 ini dari perolehan pendapatan pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, bea materai dan pajak bumi dan bangunan P5L sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, pertambangan mineral dan batubara, dan sektor lainnya (P5L).
Dari target pendapatan tersebut, oleh DJPK, sebanyak Rp831 triliun ditransfer ke pemerintah daerah. Diperkirakan, pendapatan daerah secara nasional tahun ini mencapai Rp1.223 triliun, termasuk transfer dari DJPK di dalamnya.
Meski demikian, untuk menuju negara maju, tax ratio-nya ada di kisaran 15-16 persen. Sementara Indonesia pasca pandemi, tax ratio-nya turun di kisaran 10 persen. Sehingga pihaknya perlu mendorong peningkatan penerimaan pajak baik di pusat maupun di daerah.
“Kita lihat data dan informasi yang kita punya, kita kelola bareng-bareng. Kalau mereka (wajib pajak) sudah patuh membayar pajak baik pusat maupun daerah dengan baik, kita jagain mereka. Tapi kalau ada yang kurang, kita tagih bareng-bareng mereka,” ujarnya.
Sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan sangat antusias dengan kerja sama pertukaran data digital perpajakan ini. Pihaknya juga meminta para kepala daerah terbiasa menggunakan NIK sebagai basis data perpajakannya.
Melalui kerja sama perpajakan ini, PAD (pendapatan asli daerah) diharapkan meningkat. Lebih dari itu, KPK juga siap membantu jika ada kantor wilayah DJK ataupun pemerintah daerah yang kurang kooperatif atau komunikatif terkait peningkatan pajak ini.
“Dengan pertukaran data ini daerah harus mengambil keuntungan. Dan kita berharap penerimaan pajak pusat meningkat, kue kita makin besar, pemotongannya (oleh DJPK pada daerah dengan rasio PAD yang tinggi) tidak jadi masalah karena masing-masing dapat bagian yang cukup,” kata Pahala.
Ditemui di tempat yang sama, Bupati Tegal Umi Azizah berkomitmen meningkatkan perolehan pajak daerahnya dengan membuka koordinasi dan menjalin komunikasi lebih intensif dengan DJP melalui KPP Pratama Tegal.
Perolehan pendapatan pajak ini menurutnya sangat penting artinya bagi keberlanjutan pembangunan. Selain untuk mendanai program strategis daerah seperti pembangunan infrastruktur, redistribusi pendapatan masyarakat melalui skema perpajakan ini diharapkan mampu menciptakan pemerataan, menekan kesenjangan kemakmuran melalui implementasi program penanggulangan kemiskinan dan jaminan sosial. (HR/hn)