BUMIJAWA, korantegal.com – Meski hanya berlangsung selama dua hari, Wisata Petik Sayur di Desa Sigedong, Kecamatan Bumijawa pada hari Sabtu dan Minggu, 19-20 September 2020 menjadikan petani setempat bernafas lega. Tak kurang 500 orang wisatawan yang datang dari berbagai wilayah menyerbu dan memetik habis komoditas sayuran di lahan milik petani. Adapun nilai transaksi yang berhasil dibukukan selama berlangsungnya event tersebut lebih dari Rp 15 juta.
Menurunnya permintaan pasar dan anjoknya harga jual sayuran di tingkat petani selama masa pandemi Covid-19 menjadikan petani hidup dalam kesusahan. Tak terkecuali para petani sayur di Desa Sigedong, Kecamatan Bumijawa yang membiarkan sebagian tanamannya membusuk di lahan pertanian akibat ongkos produksi yang tidak seimbang dengan hasil penjualan. Sebagai contoh, harga kubis di tingkat petani hanya dihargai Rp 300 per kilonya.
Kondisi tersebut mengundang keprihatinan Pemkab Tegal yang melalui divisi kehumasannya berupaya menggandeng kelompok petani sayur Sigedong untuk menjual komoditas pertaniannya dengan konsep wisata agro. Kepala Subbagian Komunikasi dan Dokumentasi Pimpinan Setda Kabupaten Tegal Hari Nugroho menuturkan, gagasan wisata petik sayur tersebut berawal dari obrolan bersama petani sayur di desa setempat saat pihaknya melakukan liputan komoditas kopi Sigedong.
Hari mengungkapkan, petani mengalami kesulitan menjual panenan mereka sejak mewabahnya Covid-19. Permintaan pasar berkurang drastis, sementara hasil panen melimpah. Akibatnya, harga di tengkulak pun ikut turun sampai ke level dimana sebagian petani enggan memanennya.
“Sudah tiga hingga empat bulan terakhir ini petani di Sigedong kesulitan menjual panennya karena harga jual yang rendah. Untuk itu kami menawarkan konsep wisata agro yang sesungguhnya sudah banyak diterapkan di daerah lain. Tapi di sini, tujuan utamanya adalah murni membantu petani lewat gerakan bela beli produk petani yang digalakkan Bupati Tegal dengan memasarkan sayuran secara langsung ke konsumen sembari menawarkan daya tarik wisata Sigedong kepada pengunjung yang hadir,” kata Hari.
Gayung pun bersambut, salah satu Ketua Kelompok Tani setempat, Gunawan yang juga petani kopi tulen ini siap memfasilitasi 10 orang anggotanya untuk memasarkan hasil panen sayurannya dengan konsep wisata agro. Gunawan menuturkan, penurunan harga di petani terjadi karena oversupply atau kelebihan pasokan akibat permintaan komoditas sayur-mayur seperti untuk hajatan, rumah makan, hotel dan restoran berkurang drastis pasca pembatasan sosial.
Sebelumnya, Gunawan mengaku sudah beberapa kali menjalankan konsep serupa, meski hanya bagian kecil dari paket wisata outbound yang dikelolanya. Namun, karena kegiatan outbound ikut terdampak Covid-19, aktifitas wisata petik sayurnya pun berhenti.
Saat ditemui di rumahnya yang juga difungsikan sebagai kesekretariatan Wisata Petik Sayur ini, Gunawan mengaku senang dengan respons publik yang menurutnya di luar dugaan. “Kami tidak mengira antusiasme publik pada produk pertanian ini luar biasa, sampai-sampai kami kehabisan stok sayuran yang untuk dipetik di lahan petani di hari pertama, bahkan sebelum jam 12 siang sudah tinggal sedikit yang tersisa. Terpaksanya kami mendatangkan sayuran dari lahan lain di luar kepemilikan kelompok tani kami agar warga pengunjung yang sudah datang jauh-jauh tidak kecewa, “ tuturnya.
Sementara untuk pelaksanaan di hari kedua, pihaknya sudah menjalin komunikasi dengan petani lain agar menyiapkan lahannya yang siap panen untuk dipetik wisatawan. Gunawan pun mengakui, transaksi jual beli pada event wisata ini sangat menguntungkan petani karena sejak awal petani sudah mendapat kepastian harga. Hal ini berbeda dengan harga beli sayuran oleh tengkulak yang sering berubah-ubah dengan dalih menyesuaikan harga pasar.
”Di event ini, kami memberikan harga yang pasti ke petani karena kami sudah bicara harga sejak awal. Petani pun senang dengan harga yang kami tawarkan, termasuk transaksi pembeliannya yang dilakukan secara tunai langsung ke petani. Dan ini berbeda kalau mereka bertransaksi di tengkulak karena ada tempo pembayaran,” ungkap Gunawan.
Di sisi lain, penyelenggaraan Wisata Petik Sayur tersebut juga membawa berkah bagi petani lainnya di Sigedong karena harga jual di tengkulak pun ikut merangkak naik. Atas kenaikan harga di pasar sayur grosir tersebut, pihaknya pun ikut menyesuaikan agar tidak timbul gejolak antara petani yang menjual ke wisatawan dengan tengkulak sebagai pembeli tetapnya.
Dari pantauan Humas Pemkab Tegal, harga sayur-mayur yang dijual petani pada even tersebut mengalami sedikit kenaikan dimana cabai merah dijual dengan harga Rp 15.000 per kilogram, kubis Rp 1.000 per kilogram, daun bawang Rp 7.500 per kilogram, pokcay Rp 2.000 per kilogram, sawi Rp 600 per kilogram, tomat Rp 1.500 per kilogram, dan buncis Rp 8.000 per kilogram.
Menanggapi adanya perbedaan harga dari leaflet promosi digital yang dirilis Humas Pemkab Tegal, rata-rata pengunjung mengaku tidak mempermasalahkannya. Kenaikan tersebut dinilainya masih wajar karena di bawah harga pasar. Pernyataan ini disampaikan tidak hanya oleh dua atau tiga orang pengunjung, tapi lebih dari itu. Salah satunya Aminah yang sengaja datang dari Kota Tegal. Ia mengaku sangat senang bisa memetik langsung hasil pertanian tanpa harus bersusah payah menanam, merawat dan memupuknya. Soal harga, menurut ibu rumah tangga yang datang bersama kelompok pesenam ini, terbilang masih sangat murah.
“Sebenarnya kami tidak terlalu mempermasalahkan harga. Bisa memetik sendiri dan menikmati sejuknya udara dingin dan pemandangan di pegunungan ini saja sudah lebih dari harapan kami datang ke sini,” ujarnya. (OI)