SLAWI – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) rencananya bakal menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara permanen bagi pelajar di seluruh Indonesia. Namun, Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) menyatakan tidak setuju.
“Untuk kondisi normal (tanpa Covid-19), kami tidak setuju. Kecuali pada masa dimana sudah disiapkan semuanya,” kata Ketua Umum Pengurus Besar PGSI Mohammad Fatah Yasin, saat dihubungi, Minggu (4/7/2020).
Menurut Fatah, PJJ yang sedang berlangsung di tengah pandemi ini, sebenarnya masih banyak kekurangannya. Seperti ketersedian internet, alat telekomunikasi atau handphone android dan listrik. Kemendikbud juga mengakui hal itu.
“Kalau PJJ mau dipaksakan (dilaksanakan permanen), maka harus menerapkan secara random. Itu pun harus disiapkan betul fasilitas dan perangkatnya. Termasuk kesiapan guru melalui diklat,” saran Fatah.
Fatah meminta, Kemendikbud tidak gegabah mempermanenkan PJJ. Secara umum, pendidikan di Indonesia belum siap melaksanakannya. Itu dapat dibuktikan di sejumlah sekolah yang berada di pedesaan atau pedalamaan. Mereka cenderung kalang kabut ketika pemerintah memberlakukan belajar daring atau online.
“Kalau melihat pengalaman di masa pandemi ini, banyak sekolah yang belum siap. Terutama yang di desa-desa,” cetusnya.
Fatah yakin, jika PJJ tetap diberlakukan permanen, maka kualitas output pelajar di Indonesia tidak maksimal. Dicontohkan, sekolah terbuka dengan sistem belajar jarak jauh. Mereka hanya menerima ijasah tapi tidak spesifik mendapatkan materi pelajaran.
“PJJ permanen harus dibahas secara matang. Siswa jangan sampai menjadi korban,” tandasnya. (akshel)