“Formulasi UMK sebenarnya tidak terlalu disinggung, tapi indeks tertentu alfanya yang ada perubahan,”ujarnya.
Dijelaskan Betty, dalam pertemuan ini ada beberapa usulan yang disampaikan diantaranya dari segi pemberi kerja (pengusaha) dan pekerja. Dari hal tersebut, nantinya akan dicarikan win win solution jika sudah ada formulasi yang tercantum dalam peraturan yang diterbitkan Kemenaker tersebut sehingga bisa tercapai kesepakatan. Pihaknya berharap, dalam pembahasan UMK ini masing-masing pihak harus saling mengurangi ego supaya nantinya terjadi kesepakatan UMK.
“Sesuai aturan Permenaker Nomor 51 Tahun 2024, Upah Minimum Provinsi (UMP) ditetapkan pada 21 November 2024, kemudian dilanjutkan penetapan kota/kabupaten pada tanggal 30 November 2024 dan berlaku mulai 1 Januari 2025,”tegasnya.
Perwakilan APINDO sekaligus anggota Dewan Pengupahan Kota Pekalongan, Sugianto menerangkan, bahwa dari pihak pengusaha mengusulkan penetapan UMK 2025 menggunakan formula pada PP Nomor 51 Tahun 2023, dimana kenaikan UMK menggunakan alfa 0,1-0,3. Mengingat, saat ini nilai daya beli masyarakat sangat rendah sekali, bahan baku dan biaya operasional melambung tinggi.
“Namun, dari dunia usaha juga berupaya agar tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan. Oleh karena itu, ada beberapa pertimbangan yang harus ditempuh, diantaranya usulan untuk perhitungan UMK 2025 harus berpedoman pada PP 51 tahun 2023 nilai alfa 0,1 sampai 0,3 , dimana thn lalu diambil 0,2, nilai inflasi satu tahun berjalan, dan nilai prosentase pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan diupayakan agar usaha tetap berjalan, tidak ada PHK. Sebab, jika terjadi PHK, maka akan menambah angka kemiskinan di Kota Pekalongan,”jelasnya.