Scroll kebawah untuk baca artikel
JatengPendidikan

Ganjar Dukung Kurikulum Anti Radikalisme dan Intoleransi

×

Ganjar Dukung Kurikulum Anti Radikalisme dan Intoleransi

Sebarkan artikel ini
Ganjar Pranowo (kanan) saat menghadiri acara FGD forum Cinta Tanah Air di UIN Walisongo Semarang.

SEMARANG, korantegal.com – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengapresiasi dan mendukungan upaya para ulama dan cendekiawan di Jawa Tengah, membuat forum untuk merumuskan kurikulum anti radikalisme dan intoleransi di sekolah. Hal itu disampaikannya saat menghadiri acara FGD forum Cinta Tanah Air di UIN Walisongo Semarang, Minggu (4/4/2021).

Forum Cinta Tanah Air, dipimpin langsung oleh pengasuh pondok pesantren Giri Kusumo Mranggen, KH Munif Muhammad Zuhri atau akrab disapa Mbah Munif, dan anggotanya terdiri dari ulama, pengasuh pondok pesantren, rektor serta cendekiawan lainnya, yang bertujuan melindungi generasi muda dari bahaya paham-paham radikal dan intoleran ini..

“Forum yang dipelopori Mbah Munif ini sangat brilian dan menerobos. Menggabungkan kampus dan pondok pesantren, mereka berkolaborasi untuk membuat kurikulum pendidikan,” kata Ganjar.

Ganjar menerangkan, forum Cinta Tanah Air sangat tepat untuk dijadikan jawaban atas kondisi masyarakat saat ini yang banyak melibatkan anak muda dalam aksi terorisme.

“Saya resah melihat kondisi ini. Maka saya mendukung forum ini, sebagai upaya melindungi generasi muda dari paham radikalisme dan intoleransi. Dengan membentuk karakter dan membuat metode dan metodologi pembelajaran yang baik, forum ini diharapkan akan membuat anak-anak tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga emosional. Jadi, tidak gampang ngamukan, tidak baperan,” terangnya.

Setelah kurikulum selesai terbentuk, hasilnya akan diterapkan Ganjar di seluruh sekolah di Jawa Tengah. Harapannya, kurikulum itu dapat dimasukkan ke dalam setiap pembelajaran yang ada di seluruh jenjang pendidikan.

“Semua tingkat dan semua level. Hasil forum ini tentu akan menjadi bagian penting dalam pendidikan di Jawa Tengah. Jadi kalau siswa belajar itu ada gurunya dan isinya benar. Kalau tidak ada gurunya, mereka akan belajar di internet dan itu bahaya. Nanti merasa benar, muncul ujaran kebencian, gampang ngamuk dan sampai pada tindakan yang tidak diinginkan,” ujar Ganjar.

Sementara itu, salah satu penggagas Forum Cinta Tanah Air yang juga Rektor UIN Walisongo Semarang, Prof. Imam Taufiq mengatakan, forum tersebut muncul dari kegelisahan dan kekhawatiran tentang isu kekerasan dan radikalisme saat ini. Menurutnya, semua pihak harus berkolaborasi untuk mengatasi masalah terbesar bangsa itu.

“Pondok pesantren dengan karakter khasnya, kampus dengan dunia keilmuannya, dan pemerintah, harus bersama-sama merumuskan desain pendidikan yang ramah dan santun. Maka kolaborasi ini sangat pas untuk diterapkan,” katanya.

Forum tersebut sudah empat kali menggelar FGD. Dalam waktu dekat, modul-modul yang sedang mereka buat akan segera selesai dan bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran berbagai pihak, khususnya sekolah umum yang berada di bawah naungan pemerintah.

“Modulnya sudah hampir selesai, jadi sebentar lagi bisa diterapkan. Yang ditekankan ( pada modul ini ) adalah pendidikan yang ramah, mengajarkan kebersamaan, tidak mempermasalahkan perbedaan, tidak melakukan kriminalitas dan lainnya. Intinya adalah pengajaran karakter untuk tidak radikal dan tidak intoleran kepada semua anak bangsa,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.