Selain itu, kata dia, kegiatan bakti sosial berupa pemeriksaan kesehatan juga diharapkan membuat para “anak kos” termotivasi untuk selalu sehat.
Lebih lanjut, dia mengatakan dalam kegiatan tersebut pihaknya juga menawarkan pendidikan bagi “anak kos” yang lulusan sekolah menengah atas.
“Setidaknya menggugah kepada mereka yang mungkin punya anak, kemudian punya keturunan yang lebih baik dari mereka, dan itu bisa diwujudkan dengan pendidikan,” katanya.
Bahkan, kata Rektor, tidak menutup kemungkinan jika “anak kos” tersebut memiliki anak yang telah lulus SMA dapat difasilitasi kuliah dengan pembiayaan tertentu dari perguruan tinggi itu.
Salah seorang pendamping “anak kos”, Darkim Yoye, mengakui jika saat ini jumlah PSK yang bekerja bebas tanpa indekos (freelance) lebih banyak dibandingkan dengan yang indekos di Gang Sadar.
“Kalau untuk gang (Gang Sadar, red.) pada tahun 2012 itu sampai 250 orang. Alhamdulillah berkat kita, saya sebagai pendampingnya, didampingi LPPSLH (Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup), kita menekankan pemahaman risikonya,” katanya.
Setelah memahami berbagai risiko atas pekerjaan yang dijalaninya, kata dia, jumlah “anak kos” di Gang Sadar lambat laun menurun dan saat ini hanya tersisa sekitar 30 orang.