TEGAL, korantegal.com – Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal asing masih kerap terjadi.
Bahkan Indonesian Fisherman Assosiation (INFISA) mencatat sejak tahun 2008 telah ada 1.300 kasus ekploitasi terhadap ABK.
“Ada sekitar 1.300 kasus se Indonesia. Terbesar di Jawa Tengah, karesidenan Pekalongan mendominasi sampai 40 persen. Paling banyak kasus gaji tidak dibayar,”kata Sekjen INFISA Zabidi ditemui di acara pelatihan ‘rekrutmen yang bertanggung jawab’ yang diikuti oleh perusahaan perekrut dan penyalur anak buah kapal (ABK) di wilayah Tegal-Brebes yang diselenggarakan di Hotel PrimeBiz Tegal bekerja sama dengan perusahaan pemilik kapal asing asal Taiwan, FCF Co. Senin (13/6/2022).
Zabidi mengatakan, pelatihan tersebut diharapkan membuat perusahaan perekrut bisa lebih memahami terkait hak dan kewajiban ABK.
“Agar tidak ada yang namanya kerja paksa, atau pelanggaran HAM (hak asasi manusia) di atas kapal. Tujuan dari pemilik kapal FCF antusias agar perekrutan berjalan dengan baik. Sehingga ABK terlindungi,”kata Zabidi.
Ia mengatakan, kasus ekspolitasi ABK Indonesia yang bekerja di kapal berbendera asing masih sering terjadi.
“Baik itu pemotongan gaji, human traficking, maupun kekerasan di atas kapal. Jadi tujuan kegiatan ini mengedukasi para perusahaan yang menempatkan ABK di kapal asing agar mengedepankan HAM,”kata Zabidi.
Zabidi mengaku pihaknya kerap mengadvokasi kasus tersebut. Setidaknya sudah ada 7.800 ABK yang bernaung di INFISA hingga tahun 2022.
“Sejauh ini kami mengadvokasi dari hulu sampai hilir. Misal apakah permasalahannya di perusahaan penyalur di Indonesia, atau kantor Taiwan, atau pemilik kapal asing itu sendiri,” kata Zabidi.
Konsultan Hukum INFISA, Adi Gunawan,SH menambahkan, kegiatan workshop agar dalam proses perekrutan dan penyaluran ABK oleh perusahaan bisa tertib secara hukum.